JAKARTA – 1.000 anggota relawan Palang Merah Indonesia dari 33 Provinsi dan 420 Kabupaten/Kota se-Indonesia bersama Pengurus Pusat PMI Ketua Bidang Relawan H. Muhammad Muas melakukan Audiensi dengan Ketua DPR Marzuki Alie.

 Kedatangan mereka ke gedung DPR pada Selasa (2/12/2013) guna mendesak pengesahan RUU Kepalangmerahan. RUU Kepalangmerahan (sebelumnya RUU Lambang Palang Merah) sudah sekitar 10 tahun berada di tangan anggota dewan. Namun, hingga kini pembahasan belum juga rampung. RUU Kepalangmerahan saat ini masih berada di tingkat Pansus dan belum dibahas di tingkat Paripurna.

 “Untuk itu, para relawan PMI dari seluruh Indonesia akan terus mengawal agar RUU Kepalangmerahan dapat segera disahkan,” Ketua Bidang Relawan H. Muhammad Muas melalui keterangan tertulis kepada Okezone, Rabu (3/12/2013).

 Muas menjelaskan, sekitar 100 negara telah memiliki Undang-Undang yang mengatur organisasi palang merah di negara masing masing-masing. Saat ini, PMI sebagai sebuah perhimpunan nasional, tugas-tugas pokoknya telah begitu luas, tidak hanya masalah memberikan bantuan korban konflik atau bencana seperti yang tercantum dalam Keppres RIS No. 25 tahun 1950. Donor darah juga menjadi salah satu mandat PMI bersama pemerintah yang tertuang dalam PP No. 7 tahun 2011.

 ”Maka dari itu diperlukan sebuah Undang-Undang atau legalitas yang dapat mengatur sebuah perhimpunan nasional atau organisasi palang merah di Indonesia yang dapat melindungi pekerja kemanusiaan di situasi konflik atau bencana. Jadi, sudah sepatutnya UU Kepalangmerahan ini dapat segera disahkan,” tambah Muas.

Logo atau lambang palang merah, menurut dia, bukan hanya sebatas logo identitas, tapi juga cerminan bangsa Indonesia. Banyak penyalahgunaan dari lambang palang merah di Indonesia sehingga perlu adanya perlindungan atas lambang palang merah dan pertugas kemanusiaan di lapangan.

 Peristiwa 9 Mei 1996 di Desa Nggeselema, Provinsi Papua bisa menjadi contoh nyata penyalahgunaan lambang palang merah. Puluhan penduduk terluka dan tewas, saat menghampiri helikopter berwarna putih. Mereka mengira bahwa yang datang adalah bantuan kemanusiaan.

 Namun ternyata, bukan bantuan kemanusiaan yang didapat melainkan berondongan peluru dari orang tak dikenal dari dalam heli sambil mengibarkan bendera berlogo palang merah. “Mereka mengelabui penduduk dengan menggunakan bendera berlambang palang merah agar disangka sebagai bantuan kemanusiaan dari palang merah,” ungkapnya.

 Perjalanan RUU Kepalangmerahan sendiri dimulai sejak insiden 13-14 Mei 1998 di Jakarta. Tiga mahasiswa tewas tertembak peluru. Salah satunya Elang Surya Lesmana, mahasiswa sekaligus relawan PMI saat itu. Tewasnya Elang menjadi tombak munculnya desakan atas perlunya UU perlindungan atas lambang palang merah dan para petugas kemanusiaannya. Dengan dibantu Pusat Studi Hukum Humaniter Universitas Trisakti, lahirlah draft RUU Lambang Palang Merah yang kini berubah menjadi RUU Kepalangmerahan.

 Dukungan serta audiensi relawan se-Indonesia ini merupakan salah satu bentuk kepedulian atas aksi kemanusiaan yang segera perlu tindaklanjut. Diharapkan, RUU Kepalangmerahan bisa masuk ke dalam Paripurna dan segera disahkan.

Sumber : (ful) Harian OkeZone/ News

Muhammad Saifullah – Okezone