Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jawa Barat bersama KPA Kabupaten Bandung menggelar Roadshow Pemuda Milenial. Acara yang diisi dengan pemberian materi dan talk show tersebut dibuka Asisten Ekonomi dan Kesejahteraan (Ekjah) Kabupaten Bandung H. Marlan, S.Ip, M.Si, di Gedung Dewi Sartika Soreang tersebut, Kamis (9/8/18).

Asisten Ekjah mengatakan dengan adanya kegiatan tersebut, para generasi muda sadar dalam memilih lingkungan yang sehat dan berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif.

“Berbagai pengaruh negatif sangat mudah masuk dalam pergaulan generasi muda saat ini. Penyalahgunaan narkotika, seks bebas, kekerasan dan radikalisme dan berbagai hal negatif lainnya dapat merusak masa depan penerus bangsa,” sebut Marlan.

Provinsi Jawa Barat berada di urutan 5 besar kasus HIV/AIDS terbanyak di Indonesia, selain DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua dan Bali. Masalah tersebut menurut Marlan membutuhkan upaya penanggulangan secara serius, sistematis, cepat dan tepat, serta terintegrasi dari seluruh pihak.

Tidak hanya HIV/AIDS, penggunaan napza (narkotika psikotropika dan zat aditif lainnya) mempengaruhi generasi pemuda milenial terutama pada para pengguna suntik (penasun) di 144 negara. Dengan prevalensi sebesar 57% penasun wanita dan 52% penasun pria yang sudah dilaporkan pada populasi di Asia Tenggara.

“HIV/AIDS hampir 50% menular melalui jarum suntik. Perlu diwaspadai karena angka pengidap penyakit ini terus meningkat setiap tahunnya. Walaupun yang dilaporkan tidak sebanyak yang terjadi pada faktanya, karena penderita penyakit ini ibarat gunung es, yang naik ke permukaan sedikit, yang tidak terlaporkan yang lebih banyak,” lanjutnya.

Menurut keterangan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, bahwa ada 32.210 kasus HIV dan sebanyak 9.217 kasus AIDS yang telah diakumulatifkan sejak tahun 1989 sampai desember 2017.

“Kita yang sehat tidak perlu menghindari penderita HIV/AIDS, karena tidak akan menular kalau hanya sekedar bersalaman. Menular itu kalau berhubungan seks, tukar menukar jarum suntik, informasi seperti ini harus terus disosialisasikan sehingga penderitanya tidak merasa terkucilkan,” imbuh Marlan.

Selain HIV/AIDS, kekerasan dan radikalisme juga perlu diwaspadai di kalangan pemuda saat ini. “Saya paling miris kalau tim Persib bertanding, yang paling beringas itu justru pendukung yang masih usia remaja setingkat SMP. Naik motor kebut-kebutan, bawa bendera pakai bambu dan tidak ada rasa takut terhadap aparat,” bebernya.

Dirinya menilai rasa tidak takut terhadap aparat, yang timbul pada para pemuda (ABG) tersebut dapat disebabkan konsumsi minuman keras (miras) atau penggunaan obat terlarang.

“Saya harapkan KPA tidak hanya menyisir anak sekolah, tapi juga menyisir komunitas-komunitas anak muda seperti pendukung sepakbola, genk motor atau yang lainnya. Karena tidak menutup kemungkinan ada pengguna di kalangan tersebut, mungkin suatu saat KPA bisa masuk di kalangan ini karena ada kepengurusannya juga. Intinya sosialisasi semacam ini tidak hanya dilakukan di dalam ruangan tapi juga langsung turun ke lapangan,” harap Marlan.

Terakhir, Marlan menginginkan momentum acara yang berdekatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan RI ke 73 tersebut dapat membuat para pelajar Kabupaten Bandung menjadi agen perubahan di masa kini.

Sekarang sedang musim psy war, kata Marlan, perang tidak perlu menggunakan senjata, cukup dengan merusak akhlak dan perilaku generasi muda maka suatu negara bisa dengan mudah dikuasai. Salah satunya adalah dengan memasukkan barang-barang haram untuk dikonsumsi oleh generasi muda.

“Dengan acara ini para pelajar diharapkan lebih memahami dan mewaspadai terhadap bahaya radikalisme, kekerasan, narkoba dan yang lainnya. Yang lebih penting lagi bisa menjaga pergaulan di lingkungan masing-masing agar tidak menimbulkan hal-hal negatif yang bisa merusak perilaku,” pungkasnya. (sumber : Balebandung.com)